Agama Islam itu Mudah & Indah


Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman (yang artinya):
“Allah menghendaki kemudahan bagimu dan tidak menghendaki kesukaran bagimu.” (Al-Baqarah: 185)
Dinul Islam adalah ajaran dan tuntunan yang diturunkan dari sisi Sang Pencipta, Pemelihara, Pemilik langit, bumi serta segala isinya, termasuk manusia tentunya. Sehingga Allah Subhanahu wa Ta’ala adalah Dzat yang Maha Mengetahui batas kekuatan, kemampuan, serta potensi manusia. Oleh karena itu Allah Subhanahu wa Ta’ala pun menetapkan syari’at yang sesuai dengan kemampuan mereka dan bukan kemauan hawa nafsu mereka. Dinul Islam tidaklah menghendaki kesukaran, namun justru datang dengan membawa kemudahan.
Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
 إِنَّ الدِّيْنَ يُسْرٌ وَلَنْ يُشَادَّ الدِّيْنَ أَحَدٌ إِلاَّ غَلَبَهُ
“Sesungguhnya agama ini (Islam) mudah, dan tidak ada seorang pun yang mempersulitnya melainkan (agama itu) mengalahkan dia (mengembalikan dia kepada kemudahan).” (HR Al-Bukhari no. 39)
Islam bukan agama ritual penyiksaan diri, Islam memberi keringanan tatkala sakit atau tidak mendapatkan air dengan bertayammum sebagai pengganti wudhu. Islam menekankan untuk menyegerakan berbuka puasa bila telah tiba waktunya, bahkan melarang puasa terus-menerus setiap hari selain puasa Ramadhan. Islam juga menekankan pentingnya shalat malam, namun melarang melaksanakannya semalam suntuk. Islam mensyariatkan untuk menikah, melarang praktik membujang bagi pemeluknya.
Wahai saudaraku, semoga Allah Subhanahu wa Ta’ala memuliakan kita. Sebagai contoh dalam urusan kematian, Islam menuntunkan demikian praktis dan mudah. Jika ada seorang muslim yang meninggal dunia maka jenazahnya cukup dimandikan, dikafani, dishalati, dimakamkan dan juga disunnahkan dimintakan ampun kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Disunnahkan pula kita berta’ziyah  dengan mendoakan dan menghibur keluarga si mayit. Bahkan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah memerintahkan para sahabat untuk membuat makanan untuk keluarga Ja’far radhiyallahu ‘anhu setelah meninggalnya Ja’far radhiyallahu ‘anhu. Sebagaimana dalam sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam (yang artinya):
“Buatlah makanan untuk keluarga Ja’far, karena sesungguhnya telah datang kepada mereka perkara yang menyibukkan mereka.” (HR. At Tirmidzi)
Ibadah Bersifat Tauqifiyah
Wahai saudaraku di jalan Allah Subhanahu wa Ta’ala, semoga Allah Subhanahu wa Ta’ala menjaga kita. Ketahuilah, ibadah dalam islam adalah bersifat tauqifiyah, ketetapan yang sudah paten, kita tidak boleh kita menambah atau mengurangi dari apa yang telah dituntunkan oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Tidak ada celah bagi kita untuk membuat tata cara dan bentuk baru dalam ibadah. Baik buruknya ibadah bukan diukur dari banyak-sedikitnya amalan, namun parameternya adalah keikhlasan dan kesesuaian dengan contoh, tuntunan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Sehingga Islam itu tidak sulit dan tidak merpersulit, karena tinggal mengikuti contoh praktek Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
“Tiga orang sahabat Nabi datang ke rumah istri-istri Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Mereka ingin menanyakan tentang ibadah yang dilakukan oleh Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Setelah mereka memperoleh kabar tentang ibadah Nabi, seakan-akan mereka menganggap hal itu sedikit. Mereka menyatakan: “Di mana posisi kita dibandingkan dengan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam? Padahal Nabi telah diampuni dosa-dosanya baik yang telah lalu maupun yang akan datang.” Akhirnya salah seorang di antara mereka berkata: “Adapun saya, akan menegakkan shalat malam selamanya (tidak pernah tidur malam).” Yang kedua berkata: “Sedangkan saya akan berpuasa selamanya, tidak ingin berbuka walaupun sehari.” Adapun sahabat terakhir berkata: “Saya akan menjauhi wanita dan tidak akan menikah selamanya.” Maka kemudian Rasulullah datang menemui mereka dan bertanya: “Apakah benar kalian yang menyatakan demikian dan demikian? Demi Allah, sungguh aku adalah orang yang paling takut kepada Allah dibanding kalian. Aku adalah orang yang paling bertakwa kepada Allah dibanding kalian. Akan tetapi aku berpuasa juga berbuka. Aku mengerjakan shalat malam dan aku juga tidur. Aku pun menikahi kaum wanita. Maka barangsiapa yang membeci sunnahku, dia bukan termasuk golonganku.” (HR. Al-Bukhari no. 5063 dan Muslim no. 1159)
Alasan kedatangan ketiga sahabat tersebut: “Karena amalan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sa

Komentar

Postingan Populer